1.1. Apakah para wartawan investigasi juga detektif?


Jika mengacu pada keahlian yang digunakan para detektif dalam bekerja, jawabannya “ya”, para jurnalis adalah detektif. Setiap berita investigasi dimulai dengan sebuah pertanyaan. Setelah itu wartawanmelakukan riset awal untuk memformulasikanjawaban sementara atas pertanyaan investigasi dan menilai penting tidaknya masalah yang akan diselidiki itu bagi publik. Ia kemudian melakukan liputan yang lebih mendalam: mengikuti jejak dokumen, melakukan wawancara yang kadang-kadang lebih terasa seperti interogasi, dan menyatukan bukti-bukti yang ditemukan — beberapa di antaranya sangat detail atau teknis.

Para jurnalis menerapkan standar yang diakui secara umum untuk menimbang bukti — sebanding dengan standar yang digunakan dalam kasus hukum. Hanyabukti valid yang memenuhi syaratlah yang dipakai menjawab pertanyaan investigasi. Terutama di negara yang memberlakukan undang-udang pencemaran nama baik, seperti penistaan agama, jurnalis sebaiknya menggunakan ukuran yang sama dengan standar kerja detektif manakala memeriksa dan mengelola bukti untuk sebuah perkara hukum.

Ada kalanya, penting juga untuk mempertimbangkan: ‘Apakah seorang jurnalis investigasi boleh bertindak seperti detektif, termasuk bekerja dengan cara menyamar dan menggunakan peralatan seperti mikrofon atau kamera tersembunyi?’.Ini persoalan rumit. Para jurnalis investigasi, termasuk beberapa yang terbaik, menggunakan cara kerja detektif. Meski demikian, patut diingat ada regulasi yang mengatur baik penyamaranoleh seorang detektif di satu sisi dan hak-hak warga negara yang sedang diinvestigasi polisi di sisi yang lain. Biarpun bersandar pada kode etik sendiri, wartawan tidak dikecualikan dari undang-undang yang melindungi privasi warga negara.Jadi pertimbangkan dengan hati-hati konsekuensi etis dan hukum sebelum memutuskan untuk menggunakan teknik-teknik penyamaran. Jurnalis menggunakan kamera dan perekam tersembunyi hanya buat mengumpulkan bukti mentah tambahan dan bukan untuk menganalisis, memeriksa dan mendudukkan bukti ke dalam konteks tertentu atau untuk menyusun sebuah cerita penting. Sejumlah besar bukti tersedia dalam dokumen-dokumen publik, Anda hanya perlu mencari tahu di mana menemukannya dan bagaimana menyatukannya.

Serupa dalam banyak hal, jurnalis investigasi dan detektif juga memiliki perbedaan. Kadang jurnalis menginvestigasi sebuah masalah bukan untuk membuktikan suatu kesalahan tapi sekadar memberi kesaksian. Ini berbeda dengan detektif yang baru akan berhenti setelah berhasil membuktikan siapa yang melakukan kejahatan. Liputan investigasi lebih dari sekadar untuk menemukan jawaban atas pertanyaan. Ia mengumpulkan fakta-fakta yang benar dan memahami fakta-fakta secara benar. Liputan investigasi mengungkapkan arti di balik sebuah masalah atau peristiwa dan menemukan pola dalam peristiwa, tindakan atau bukti-bukti yang ditemukan. Dengan demikian, berita investigasi menjelaskan konteks dan seluk-beluk sebuah isu, bukan sekadar menudingkan telunjuk kepada tersangka.Liputan dengan tingkat kedalaman yang demikian dapat meminimalkan kekhawatiran tentang objektivitas jurnalis.

Tentu saja, liputan investigasi yang disebut juga sebagai ’the journalism of outrage’, atau jurnalisme yang memicu kemarahan publik dan pengambil kebijakan, tidak berusaha menghasilkan laporan yang berimbang secara arfisial. Sebaliknya, praktik ini lebih peduli pada keyakinan bahwa tidak ada kesalahan pada berita yang akan disajikan. Jangan sampai ada keraguan bahwa “Kita mungkin salah” atau “Interpretasi kita mungkin keliru”. Adanya keraguan seperti ini menunjukkan investigasi yang telah dilakukan tidak cukup dalam dan cerita belum siap untuk diterbitkan. Tidak pernah ada berita yang hanya memiliki dua sisi. Dan dalam sebuah berita investigasi keberimbangan dicapai dengan cara memaparkan semua sisi yang relevan, bukan saja tentang apa yang terjadi tapi juga mengapa. Seorang detektif akan membiarkan pembela memaparkan fakta-fakta yang meringankan terdakwa; seorang jurnalis investigasi memaparkan konteks masalah yang diinvestigasi secara utuh.

Dalam pengertian lain, wartawan investigasi juga berlaku sebagai ilmuwan. Metode-metode mereka harus dijalankan dengan pikiran yang terbuka sampai terkumpul cukup bukti untuk mendukung sebuah ide berita. Ini berarti, wartawan investigasi tidak serta merta mencampakkan bukti-bukti yang berlawanan dan terbuka untuk mengubah kesimpulannya jika fakta menunjuk ke arah yang berbeda. Dalam semua cara itu, kerja jurnalis mirip proses ilmiah yakni merumuskan sebuah hipotesis terlebih dahulu lalu mengujinya untuk mengetahui apakah itu benar.

Jurnalis investigasi juga adalah manajer. Pada proyek besar yang memakan waktu lama dan membutuhkan penyelidikan yang mendalam, mereka perlu bekerjasama dengan anggota tim lainnya dan para pakar dan taat mengikuti rencana liputan yang telah dibuat. Untuk itu, setiap jurnalis perlu menguasai keahlian dalam berkomunikasi dan bekerjasama dalam tim.